Minggu, 03 Mei 2015

Museum Pusaka

TUGAS PKN
NASIONALISME

Kelompok/ Kelas           : 3(tiga)/ 1ID06

Nama/ Npm :
1. Aditya Darfinna    /30414290
2. Hadi Budiyono      /34414650
3. Lungun A.R.S      /36414168
4. Octavianus F        /38414305
5. Prince Ananda     /38414527
6. Victoria J.K.P     /3C414027





                Museum pusaka adalah salah satu Museum yang ada di dalam lingkungan Taman Mini Indonesia Indah.  Seperti namanya, Museum ini berisi berbagai senjata pusaka khas dari berbagai daerah nusantara. Berbagai macam senjata yang ada di dalam Museum ini berasal dari berbagai era, ada senjata yang berasal dari era kerajaan Mataram, era kerajaan Padjajaran, era pemerintahan Hamengkubuwono IX dan dari era lainnya.
                Senjata-senjata yang berada di dalam Museum ini seolah berbicara mengenai zaman dimana mereka diciptakan. Keris, pedang, golok, semua senjata yang ada memiliki ciri khas pada zamannya masing-masing. Banyak hal yang menarik perhatian saya ketika melihat senjata-senjata yang ada di dalam etalase Museum ini, seperti motif ukiran kuno berbentuk kepala macan atau ukiran berbentuk wajah manusia banyak terdapat di gagang senjata,  bukan hanya ukiran kuno saja yang menarik perhatian saya, ada juga senjata keris yang dilapis emas dan terdapat butiran permata di gagangnya.
                Oke, senjatanya mungkin terlalu panjang kalau dijelasin satu-satu, jadi kita lanjut ke review tempatnya aja. Waktu sampai di tempat ini yang pertama kali terlihat itu bentuk gedungnya yang mencolok, mirip bentuk kubus atau bentuk benda yang bersiku. Masuk ke dalam gedung ada meja receptionist beberapa meter di sebelah kiri pintu masuk, ini tempat kita untuk beli tiket. Biaya tiket untuk masuk kesini bisa dibilang cukup terjangkau, yaitu Rp10.000, meskipun sebenarya itu jumlah yang lumayan buat saya karena dengan uang segitu cukup untuk sekali makan di warteg, hehe. Selesai membeli tiket kita akan langsung disuguhkan dengan senjata-senjata yang ada di etalase.




        Penampakan tiket masuk museumnya.



                Senjata yang ada di etalase memiliki label yang berisi keterangan mengenai senjata yang ada di dalam etalase tersebut. Museum ini terdiri dari dua lantai namun tidak ada perbedaan antara lantai pertama dengan lantai kedua karena senjata yang ada disini sepertinya tidak disusun berdasar urutan tertentu. Di tengah gedung ini terdapat batu yang berisi tanda tangan bapak H.M Soeharto waktu peresmian dulu, tau kan dia siapa? awas kalau gak tau, oh iya Museum Pusaka ini diresmikan tanggal 20 April 1993, kalau dihitung-hitung tiga tahun sebelum saya lahir hehe. Karena dulu (entah berapa tahun yang lalu) saya pernah ke Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta dan kalau tidak salah ingat disana  ada tulisan dilarang mengambil foto saya pikir di sini juga mungkin dilarang mengambil foto, karena takut melanggar aturan akhirnya saya bertanya dulu ke meja receptionist dan ternyata diperbolehkan untuk mengambil gambar, bahkan  saya di berikan brosur tentang Museum Pusaka ini.





                                                                        Ini Brosurnya...

Di dalam brosur tadi ada informasi mengenai museumnya, kira kira begini isinya:
-Waktu Buka Museum : Senin sd. Minggu pukul 09.00-16.00
-Telp ; 021-8404155 Fax : 021-8404155
-E-mail : museum.pusaka@tamanmini.web.id
   Informasi
Email : Informasi@tamanmini.web.id
Telepon : (021)-8403400 Ext. 163
Selain informasi diatas ada juga informasi lain mengani museum ini seperti program dan fasilitas dari museum ini.



Ini saya dan teman-teman, nah yang warna hitam di belakang tiang yang pas ada ditengah-tengah kita ber-enam itu batu peresmian yang saya bilang tadi...liat tangga di kiri dan kananya kan? oh iya ngomong-ngomong saya yang paling kiri pakai baju biru,hehe.



                Di sisi kiri dan kanan batu peresmian tadi ada tangga yang menuju ke lantai dua. Sebenarnya yang kanan itu untuk naik dan yang kiri itu untuk turun, cuma karena saya tidak tau jadi asal naik saja lewat tangga yang di sebelah kiri, sampai diatas baru tau ada tulisannya kalau yang kiri buat turun, tapi tak apa lah, toh lagi sepi ini museumnya, hehe. Sebelum naik kelantai dua saya sempat berjalan kebelakang tangga tadi dan ternyata di situ juga ada etalase-etalase yang berisi senjata, tapi tepat dibawah tangga tadi ada replika tempat para Mpu (Mpu itu sebuah gelar yang artinya pandai besi) membuat karya-karya mereka, ya apalagi karya mereka kalau bukan senjata, kalau gak salah nama tempat para Mpu itu berkarya disebut dengan “Besalen”.
                Oke, kita naik ke lantai dua, disini kurang lebih isinya sama dengan yang ada dilantai satu hanya saja memang koleksi senjatanya lebih banyak dari yang di lantai bawah.            Bukan cuma senjata yang ada disini, tapi ada juga alat musik tradisional meski jumlahnya gak banyak. Keadaan senjata yang ada di tempat ini sangat terawat, terlihat dari senjatanya yang bersih dan juga bentuknya yang masih lengkap. Saya perhatikan ada bebrapa senjata yang memiliki kerusakan kecil seperti salah satu sisinya bergerigi, mungkin dulu sempat dipakai berperang dan kondisinya tetap deperti itu sampai sekarang, who knows?.
                Secara keseluruhan tempat ini sangat penuh sejarah dan juga terasa cukup misterius, sesuai dengan yang di tulis di halaman depan brosurnya, yaitu “Saksikan langsung pusaka nusantara yang bersejarah dan penuh misteri”. Kata misterius di brosur tadi di dukung dengan kondisi gedung museum yang cukup gelap menurut saya, sekali lagi ini menurut saya loh. Lampu yang ada di gedung ini bukannya kurang untuk menerangi ruangan dengan cahaya yang cukup, tapi entah lah, mungkin ada maksud tertentu dari pihak pengelola museum.
                Salah satu senjata yang di pamerkan di gedung ini ada yang ukurannya kira-kira sampai 2 meter panjangnya, tapi sayang saya lupa namanya, hehe. Selain yang panjang dan besar, ada juga senjata yang memilki suarat wasiat, kalau gak salah senjatanya yang berupa golok itu diberikan oleh orang yang disebut dengan Kyai Lampuyang kepada bapak Soeharto. Senjata yang diberikan oleh Kyai Lampuyang tersebut merupakan senjata yang di gunakan oleh Ulama Banten dalam perang kemerdekaan melawan penjajah. Sewaktu membaca surat dari Kyai Lempuyang, saya tidak yakin kalau senjata yang ada dihadapan saya itu usianya sudah sangat tua kalau melihat kondisinya yang masih sangat baik.



    
Yang diatas ini surat dari Kyai Lampuyang, nah kalau yang dibawah baru senjata yang dimaksud dalam surat tadi...
               


              Setelah beberapa kali berkeliling, saya melihat ada sebuah maket yang letaknya di depan pintu masuk. Maket itu merupakan gambaran dari gedung museum ini, kalau diperhatikan bentuk gedung museum ini seperti bentuk bintang tapi ujung-ujung bintangnya yang runcing di potong alias bentuk bintang tumpul, kira-kira begitu lah.  Atap gedung ini juga gak sembarangan, tau kenapa? Soalnya ada keris yang menghadap ke langit di atasnya. Bayangin kalau itu bukan museum, tapi rumah masyarakat biasa? Siapa yang berani ngedeketin? Petir aja mungkin takut nyamber kerisnya, hehe.



                                   Ini dia maketnya, kira-kira mirip bintang tumpul gak? haha.



                      Siapa berani macem-macem sama ini gedung? rasakan sendiri kerisnya nanti...



                Waktu baru masuk ke daerah museum memang saya tidak memperhatikan keris yang ada di atap itu, tapi pas pulang brau sadar ternyata ada keris yang nongkrong di atas atap museum. Sebenarnya saya tidak sendirian ke museum ini, saya berangkat bersama beberapa teman saya dari Depok. Kami berangkat dari kampus G, Universitas Gunadarma yang tepatnya ada di Jl.Akses UI Kelapa Dua, Cimanggis, Depok. Kami berangkat kira-kira pukul 12 siang, dan sampai di tujuan kurang lebih pukul 1 siang.
                Karena kebetulan kami pumya kendaraan masing-masing, yaitu motor, kami berangkat dengan naik motor, lumayan mengurangi pengeluaran buat biaya transportasi. Kami berangkat melalui perumahan kompleks Hankam, ini perumahan punya tentara jadi jangan macam-macam, hehe. Ada satu kejadian yang bikin jantung lumayan berdebar waktu kami berangkat lewat perumahan ini, posisi kami saat itu menggunakan 3 sepeda motor dan motor saya ada di urutan paling belakang karena memang saya tidak tau jalan. Karena sesuai dengan prinsip “yang di depan itu yang tau jalan”, saya yang di belakang tinggal mengikuti saja, sampai di sebuah persimpangan dengan rambu berwarna merah yang memiliki garis putih ditengahnya berdiri di sebelah kanan persimpangan terebut, saya tahu itu artinya tidak boleh lewat dari sebelah kanan, namun entah apa yang teman saya pikirkan, dia degan santainya lewat dari sebelah kanan jalan tadi, akrinya saya hanya bisa mengikuti.
                Ketika dua teman saya telah melewati jalan tersebut dengan saya yang terus mengekor di belakangnya sambil menjaga jarak, lewat seorang tukang ojek yang berteriak ke arah saya. “Woi, mau lewat mana lu? Nanti ditangkep lu!!”, saat saya mendengar perkataan tukang ojek tadi pikiran saya langsung campur aduk, mengingat ini adalah kawasan perumahan milik tentara. Masih dengan kepala yang campur aduk ternyata saya sudah tertinggal dari teman saya dan tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari arah belakang saya. Saya sempat melihat ke belakang lewat kaca spion, dan ternyata mobil yang ngelakson tadi berplat hijau, alias plat tentara. Kaget campur takut saya langsung tancap gas dan gak ingat kalau lagi membawa teman yang duduk di jok belakang. Setelah melewati bebrapa jalan rusak dan polisi tidur saya baru ingat kalau lagi bawa penumpang, saya minta maaf karena teman saya jadi gak merasa nyaman selama ngebut melewati bukit dan lembah, eh jalan berlubang dan polisi tidur tadi maksudnya.
                Setelah melewati adegan kabur-kaburan tadi kami melanjutkan perjalanan dengan tenang. Jalan yang kami lalui terasa cukup sejuk karena banyak terdapat pohon di sisinya. Kira-kira setengah perjalanan kami melihat sebuah lapangan yang ramai oleh para tentara, entah mereka sedang apa, kami juga tidak tahu tapi yang pasti jalan kami sempat di alihkan dari jalur kiri ke jalur kanan karena jalur kanan di pakai untuk acara yang sedang berlangsung tersebut.
                Kami terus berjalan sampi akhirnya keluar dari perumahan kompleks Hankam, saya tahu kami telah keluar dari perumahan itu karena saya melihat ada gapura berbentuk belati besar yang terpampang di depan kami. Setelah keluar dari perumahan kompleks Hankam tadi kami melanjutkan perjalanan hingga akhinya tiba di pintu satu Taman Mini Indonesia Indah. Untuk biaya masuk kami harus membayar tiket seharga Rp10.000 untuk satu orang dan karena kami membawa kendaraan bermotor maka kami harus membayar tiket untuk kendaraan kami seharga Rp.6000 untuk satu motornya.


                                                     Penampakan tiket masuk Taman Mini.


                Setelah membayar tiket kami masuk dan mulai mencari museum Pusaka yang sudah menjadi tujuan kami sejak awal. Mungkin karena kami juga tidak mengetahui dimana letak pasti dari museum tersebut, akhirnya kami hanya berputar-putar di daerah yang sama. Kami memutuskan untuk bertanya kepada satpam yang sedang berjaga saat itu dan kami di beri tahu dimana lokasi museum tersebut berada.
                Seperti itu kira-kira kisah perjalanan kami ketika berangkat. Kami tidak terlalu lama berada di museum karena hari juga sudah semakin sore. Saya menyarankan ketika memutuskan Taman Mini Indonesia Indah sebagai tujuan wisata siapkan juga keuangan yang cukup. Kenapa? Karena kita harus membayar lagi ketika kita ingin masuk ke museum-museum atau tempat lainnya, seperti ketika saya masuk ke museum Pusaka, saya harus membayar tiket masuk sebesar Rp10.000, padahal saya sudah membayar tiket masuk dan juga tiket untuk kendaraan saya. Walaupun untuk beberapa tempat harus membayar lagi tapi ada juga tempat yang tidak harus membayar lagi, yaitu anjungan rumah adat. Anjungan rumah adat yang ada disini lengkap dari ujung Sabang samapai ujung Merauke.
                Selain harus membayar tiket untuk masuk tempat tertentu, seperti yang kita ketahui kalau di tempat wisata makanan dan minuman pasti mahal, ini yang harus di perhatikan. Kalau memang punya uang lebih untuk membeli makanan dan minuman di dalam silakan, toh tidak ada salahnya, tapi kalau tidak ya harus diantisipasi, bisa dengan membawa makanan atau minuman dari rumah atau mempercepat waktu wisata di dalam Taman Mini biar bisa cepat makan di luar dengan harga yang lebih murah, tapi mungkin ide yang terakhir agak aneh ya, hehe, orang mau jalan-jalan kok malah disuruh buru-buru.
                Intinya Museum Pusaka adalah salah satu tempat yang saya rekomendasikan untuk dikunjungi kalau memang suka sejarah, apalagi sejarah yang berbau miseteri. Oh iya sampai hampir lupa, di Museum Pusaka ini juga ada ruangna souvenir loh, isinya itu ada banyak keris dan juga batu akik, bahkan si tempat ini juga menerima “jamasan”  atau perawatan keris, kalau punya keris peninggalan dari ayah, kakek, kakeknya kakek, kakek kakek kakeknya kakek, atau…ah sudahlah, pokoknya kalau punya keris yang ingin di bersihkan atau sekedar berkonsultasi soal kerisnya saja juga bisa disini. Nah, selain jalan-jalan kita juga bisa belajar mengenai sejarah dan juga kehebatan para Mpu yang mampu membuat senjata dengan sebegitu indahnya, ingat kan dengan senjata di cerita tadi yang dibuat berlapis emas bahkan ada permatanya juga? padahal peralatan yang ada sangat sederhana. Oke, sekian cerita saya mengenai museum ini, maaf untuk gambar senjata yang tanpa penejelasan, soalnya saya juga lupa, cuma inget foto senjatanya saja tanpa peduli sama keterangannya aja...pastinya kalau ingin tahu lebih lanjut silakan datang sendiri deh ke sini. TERIMA KASIH.











             

0 komentar:

Posting Komentar

 
;